TRADISI ZIARAH MAKAM PENDIRI DAN SESEPUH PONTREN SURYALAYA MENJELANG HARI RAYA IDUL FITRI

Salah satu tradisi kaum muslimin yang sudah mendarah daging di Indonesia adalah ziarah kubur, baik ziarah ke makam para wali dan orang-orang soleh yang dianggap keramat dan disucikan, ataupun ke makam orang-tua sendiri dan keluarga. Maka pada bulan-bulan tertentu misalnya menjelang bulan Ramadhan, bulan Rajab dan Maulid, hari raya Idul Fitri, dan hari-hari tertentu misalnya malam jumat dan hari jum’at, khususnya di Pulau Jawa, tempat-tempat seperti makam Wali Songo dan lainnya senantiasa dibanjiri oleh para peziarah dari berbagai daerah, termasuk dari luar negri seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan lainnya. Fenomena diatas bukanlah sesuatu yang baru, melainkan sudah menjadi tradisi masyarakat muslim yang dilakukan secara turun temurun. Ziarah menurut bahasa berasal dari akar kata ”zaara-yazuuru, ziyaaratan”, artinya berkunjung atau mengunjungi. Menurut istilah ziarah adalah mengunjungi tempat-tempat suci, atau berkunjung kepada orang-orang salih, para nabi, para wali, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dengan niat karena Allah. Pada awal-awal Islam memang ziarah kepada yang sudah meninggal pernah dilarang oleh Rasulullah Saw dengan alasan kekhawatiran Rasulullah terhadap kemungkinan terjadinya pemusyrikan dalam praktek ziarah tersebut. Tetapi ketika Rasulullah melihat bahwa prilaku sahabat-sahabat tidak menyimpang secara teologis dengan berziarah, maka beliau membolehkan bahkan menganjurkan kepada sahabat untuk melakukan ziarah. Rasulullah bersabda: كنت نهيتكم عن زيارة القبور الا فزوروها فانها تذكر الموت Artinya : “Aku melarang kamu berziarah ke kubur, tetapi sekarang berziarahlah, karena ziarah itu dapat mengingatkan kamu pada kematian”. Beliau sendiri setiap seminggu sekali suka berziarah ke makam keluarganya yang ada di Baqi’ dekat masjid Nabawi di Madinah. Beliau mendoakan mereka serta bertafakkur dan mengambil i’tibar dari keadaan mereka. Hal menarik dalam tradisi ziarah ini adalah adanya berbagai ritual yang berbeda antara satu komunitas dengan komunitas lainnya dan terjadi prosesi tersendiri (akulturasi budaya, asimilasi budaya, dan sebagainya) yang menjadi fenomena budaya masyarakat sampai sekarang. Tidak heran dalam ziarah terdapat berbagai keinginan dan motivasi tertentu yang berbeda satu peziarah dengan peziarah lainnya yang terlantun melalui doa-doa yang melatar belakangi gerak dan prilakunya, sehingga mendorong dirinya untuk melakukan ziarah. Motif dan Tujuan Ziarah Dalam TQN Tradisi ziarah di lingkungan Pondok Pesantren Suryalaya berlangsung sejak zaman Abah Sepuh dan Abah Anom hingga sekarang. Selain berziarah ke tanah suci (Makkah) dan Medinah untuk menunaikan ibadah haji, baik Abah Sepuh maupun Abah Anom biasa melakukan ziarah ke tempat-tempat suci bersejarah lainnya, baik yang di luar negri maupun yang ada di dalam negri. Ziarah kepada para Wali Songo (yang semuanya berada di wilayah Jawa) misalnya, dilakukan oleh Abah Anom setiap tahun dan tradisi ini diteruskan oleh murid-murid Abah sendiri (para ikhwan) hingga sekarang. Dalam sejarah, Syeikh Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin r.a. atau yang lebih dikenal dengan sebutan Abah Anom tidak pernah absen dari berziarah setiap tahunnya, khususnya ziarah ke Wali Songo. Bahkan sampai di penghujung hayatnya masih tetap berziarah walaupun dengan memakai kursi roda. Tentu ada hikmah yang besar dibalik itu, sehingga Beliau tetap istiqamah sampai akhir hayat melaksanakan ziarah tersebut. Sebagai ikhwan TQN Suryalaya tentu motif dan tujuan utama ziarah perlu sejalan dengan guru mursyidnya yang sesuai dengan apa yang telah dicontohkan Rasulullah Saw, diantarnya adalah: a. Mendoakan kepada ahli kubur dan memohonkan ampunan bagi mereka, supaya mendapat maghfirah dan rahmat dari Allah serta senantiasa mendapat kelapangan dalam kubur serta dijadikan kuburnya Raudhohthul min Riyadhil Jinan (taman Syurga) dan selamat dari azab kubur. Karena orang- orang yang telah meninggal dunia sangat mengharap kiriman do’a yang dapat membawa kesejukan berbagai ampunan untuknya. Hal ini merupakan bentuk perbuatan baik orang yang masih hidup kepada orang yang telah meninggal. Karena amal orang yang telah meninggal telah putus begitu ia menghembuskan nafas terakhirnya meninggalkan dunia menuju akhirat. Oleh karena itu orang yang meninggal sangat membutuhkan orang yang berbaik hati mau mendoakan kebaikan, dilapangkan kuburnya dan ampunan baginya, serta menjadi-kannya penghuni surga. b. Mengingatkan seorang hamba kepada kematian dan akhirat serta memberi gambaran berharga akan kefanaan dunia. Sehingga ketika selesai berziarah dari makam, akan timbul rasa takut kepada Allah, dan bertambahnya tauhid yang mantap kepada Allah. Kemudian memikirkan akhirat, timbul rasa penyesalan dan penuh dosa, yang membangkitkan semangat untuk bertaubat, dan bertaqwa kepada Allah. Bahkan memunculkan kepedulian terhadap sesama, juga lapang dada dalam mema’afkan berbagai kesalahan orang lain, sebagai perwujudan amal saleh. Akibat akhir dari berziarah adalah memungkinkan penuh istiqomah dalam menjaga kualitas iman dan nilai-nilai ke-Islaman, dan berharap memperoleh akhir yang baik (husnul khotimah). c. Sebagai tanda cinta (mahabbah), penghormatan dan kasih sayang kepada orang yang diziarahi, dan mengharap barakah (tabarruk) dari Allah ketika berziarah. Semoga keberkahan dan kebaikan yang Allah berikan kepada mereka dapat diberikan dan dilimpahkan kepada kita yang berziarah. d. Sebagai pelajaran dan motivasi kepada kita yang masih hidup untuk meneladani kehidupan mereka (I’tibar) yang dihiasi berbagai kemuliaan dan amal salih, serta jasa yang begitu banyak bagi manusia setelahnya. Sampai-sampai para Auliya itu tetap memberikan kebaikan dan manfaat setalah mereka meninggal kepada manusia yang hidup setelahnya. Berapa banyak manusia yang mencari nafkah dan rijki di sekitar makam mereka, bahkan seumur hidupnya bergantung kepada keberadaaan makam para Auliya. Sejak penjaga makam, tukang menjaga kebersihan, para pedagang, supir, sampai pajak yang masuk ke kas pemerintah setempat. e. Sebagai tanda bakti dan terima kasih seorang anak kepada orang tua, seorang murid kepada gurunya, atau kita yang masih hidup kepada para Wali yang telah berjasa menyebarkan Islam dan manfaatkan kita rasakan sampai sekarang. Terdapat doa dan tujuan untuk disampaikan pahalanya ketika ziarah tersebut kepada ahli kubur agar diampuni berbagai kesalahan dan dosanya. Dan menjadi suatu kewajiban bagi seorang anak untuk menziarahi kubur orang-tuanya. Begitu juga seorang murid kepada gurunya sebagai tanda terima kasih atas jasa baiknya yang telah mendidik dan mengajarkan ilmu yang bermanfa’at di dunia dan akhirat. f. Tabarruk. Tabarruk ini biasa dilakukan oleh para sahabat kepada Rasululullah saw. Ada sahabat yang bertabarruk dengan membaca salawat kepada Nabi, ada yang bertabarruk dengan rambut Nabi, pedang Nabi, pakaian Nabi, sorban Nabi, termasuk bertabarruk dengan mengunjungi kuburan Nabi (ziarah). Rasulullah bersabda: من زارني بعد مماتي فكانما زارانى فى حياتي (الحديث) Artinya: “Berziarah kepadaku ketika aku sudah wafat nilainya sama dengan berziarah kepadaku ketika aku masih hidup” (al-hadis) Dalam tradisi tarekat bertabarruk bukan hanya dengan hal-hal yang berhubungan dengan Rasulullah, tetapi juga bertabarruk dengan kesalihan para wali, dan para ulama yang amilin. Ziarah adalah salah satu bentuk bertabarruk dengan kesalihan para salihin. Disisi lain, ziarah merupakan salah satu cara suluk safar bil-badan dalam bentuk lain. Oleh karena bagian dari suluk maka syarat bagi pelaku ziarah juga adalah syarat bagi pelaku suluk bil-badan. Tradisi berziarah ke makam Pendiri dan Sesepuh Pontren Suryalaya menjelang Idul Fitri Sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri, seluruh keluarga besar Pontren Suryalaya datang ke Pontren Suryalaya, ada yang dari Bandung, Jakarta, luar Jawa, dan lainnya. Termasuk sebagian ikhwan TQN ada yang sengaja datang untuk ikut ziarah bersama keluarga.Setelah hampir semua kumpul, kadang di pagi hari atau di sore hari selepas shalat Ashar, semua keluarga besar Pontren Suryalaya dan para ikhwan TQN yang hadir menuju puncak Kajembaran Rahmaniyah Suryalaya. Mereka mendaki tangga menuju makam untuk berziarah sebagai tanda bakti dan terima kasihnya kepada Pendiri Pontren Suryalaya. Bahkan dulu langsung dipimpin oleh Pangersa Abah Anom. Dimulai dengan ucapan salam kepada Ahli kubur dan membaca fatihah, lalu masuklah seluruh peziarah ke makam. Peziarah laki-laki dan perempuan dipisah, biasanya peziarah laki-laki di sebelah kanan dan peziarah perempuan di sebelah kiri. Setelah semuanya duduk dengan nyaman dan tertib, salah seorang keluarga yang dituakan memimpin membacakan Tawassul sebagaimana dicontohkan guru mursyid, dimulai tawasul kepada Nabi Saw dan keluarganya, kepada seluruh kaum muslimin-muslimat sejak Nabi Adam sampai akhir jaman, Para Khulafaur-Rasyidin: Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, dan para sahabat lainnya, para Imam Mujtahidin, Seluruh Ahli Tarekat Qadiriyah-Naqsyabandiyah sejak Sulthanul Auliya Syeikh Abdul Qadir al-Jaelani sampai Hadratus-Syeikh Ahmad Shahibulwafa Tajul Arifin (Pangersa Abah Anom), orang-tua dan keluarga kita dan kaum muslimin muslimat semuanya. Setelah selesai tawasul dilanjutkan membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas, lalu awal surat al-Baqarah, dan ayat Kursi, dan dilanjutkan dengan Zikrullah minimal 165 kali dan doa serta shalawat Bani Hasyim. Betapa syahdu dan khusyunya para peziarah mengunjungi makam Guru Mursyidnya, yang sudah berjasa mengantarkan kehadirat Ilahi Rabbi dan memberi cara agar mampu mahabbah dan ma’rifat kepada Allah dengan zikrullah. Sebagai perwujudan rasa syukur dan terima kasih kepada Guru tersebut, tentu dengan datang langsung berziarah dan mendoakannya. Hal yang lebih penting lagi bagi seorang yang sedang belajar tarekat adalah bahwa ziarah ini merupakan salah satu bentuk bertabarruk dengan kesalihan Guru dan salah satu cara suluk safar bil-badan dalam bentuk lain. Karena ziarah merupakan bagian dari suluk seorang salik yang sedang belajar mendekatkan diri, maka perlu memenuhi syarat bagi pelaku suluk bil-badan tersebut agar berhasil. Diantaranya perlu mempunyai wudhu dan memperhatikan adab dan etikanya dan dengan niat karena Allah. Sehingga mampu mendapatkan barakah dan keutamaan-keutamaan, serta I’tibar kesalihan Guru yang harus diikuti oleh kita sebagai muridnya. Begitu selesai tawasul, zikir, doa, dan shalawat Bani Hasyim, para peziarahpun keluar dari puncak Suryalaya dengan hati penuh kedamaian dan kebahagiaan. Pantas saja Pangersa Abah Anom senantiasa berziarah kepada para Auliya Allah, karena didalamnya ternyata banyak sekali barakah, I’tibar, dan sekaligus pengingat kepada kita bahwa suatu saat pasti kita akan kembali kepada Allah Ta’ala, Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, kita kepunyaan Allah dan pasti kembali kepada-Nya. Semoga kita dipanggil dengan : Yaa Ayyuhan nafsu al muthmainnah irjiii ilaa rabbiki radiyatan mardhiyyah fadhulii fi ‘ibaadi wadhlulii jannnati …amin.(pernah diterbitkan di Sinthoris no.2)

Comments

Popular posts from this blog

HIKMAH TERSEMBUNYI DALAM TANBIH

Tradisi Munggahan di Pontren Suryalaya