BOS: JANGAN DIPOTONG !
Itulah judul tulisan ini dan sekaligus himbauan kepada BOS- BOS yang mempunyai kewenangan dan kebijakan untuk meluncurkan (BOS) Bantuan Operasional Sekolah.Mengapa ?
Pasca krisis global akibat terpuruknya finansial Amerika Serikat, perekonomian nasionalpun terimbas sampai ke sektor riil. Termasuk komitmen untuk merealisasikan amanat Undang Undang Dasar 1945 sebesar 20 % di bidang Pendidikan, yang baru saja akan dilaksanakan dalam APBN 2009, apakah benar ingin dipangkas atau tetap pada komitmen semula ?
BOS adalah denyut jantung yang sangat penting sekali dan memegang peranan penting demi terlaksananya proses belajar mengajar di sekolah, apalagi di daerah-daerah pedesaan dan tempat-tempat terpencil yang mayoritas penduduknya para petani dan buruh di desa yang miskin. Mungkin Para BOS tidak terlalu tahu realitas di daerah pedesaan yang mayoritas dibalut kemiskinan, bahwa sekolah-sekolah di daerah tersebutlah yang benar-benar mengratiskan biaya pendidikan. Tidak seperti di kota-kota yang masih bisa menarik uang bangunan atau ujian atau perpisahan dengan legalitas Komite Sekolah, apalagi sekolah-sekolah yang dianggap favorit.
Di pedesaan? ”boro-boro” menarik uang bangunan, uang ujian, atau uang perpisahan, untuk menghimbau orang-tua agar ikut menyuruh anak-anaknya sekolah saja begitu susahnya. Partisipasi masyarakat terhadap pendidikan masih sangat rendah. Ini di Jawa Barat lho!, daerah Tasik Selatan di mana penulis tinggal, apalagi di pedalaman luar Jawa yang minim fasilitasnya?
BOS inilah yang dijadikan sandaran hidup berjuta-juta guru yang bukan PNS untuk di pedesaan yang sulit untuk mencari kerja sambilan kecuali bertani, itupun kalau turun hujan . Ironisnya BOS pun turunnya tiga bulan sekali dengan jadwal yang tidak pasti, padahal guru non PNS pun manusia yang harus makan tiap hari ditambah biaya pengganti jalan kaki ke sekolah dengan ojek dikarenakan jarak tempuh antara sekolah dengan tempat tinggal guru jauh. Masih untung kalau kebetulan turun tunjangan fungsional, walaupun tiap turun selalu berubah datanya , ditambah tidak jelas waktu turunnya, baru konon sekarang akan dicairkan tiap tiga bulan sekali dengan catatan harus membuat RPP. Ini potret sekolah-sekolah swasta di pedesaan, untuk sekolah-sekolah negri lebih beruntung, mendapat bantuan dana yang besar dan ditunjang dengan status beberapa gurunya sudah diangkat pegawai negri.
Masih jauh kalau pendidikan kita mengikuti tetangganya Malaysia yang mempunyai komitmen sampai memberi SKIM PENDIDIKAN sebagai biaya pinjaman untuk melanjutkan pendidikan. Para pelajar sebagai anak bangsa di Negeri Jiran itu diberi berbagai kemudahan untuk mengakses pendidikan, lebih lagi bagi para pelajar yang mempunyai prestasi bagus. Bahkan anak-anak yang telah ditinggalkan kedua orang-tuanya atau bapaknya alias anak yatim piatu atau anak miskin dan orang-orang cacat diberi perhatian lebih. Mereka diberi tempat tinggal dengan berbagai fasilitas dan pendidikan agar mampu menggapai masa depan lebih
cerah.Tidak ada Anak-anak usia sekolah yang mengamen atau berkeluyuran tidak bersekolah, kecuali anak tersebut tidak mau mengikuti anjuran pemerintahnya.Sebagai contoh Asrama Perkaya di Trengganu sebuah Yayasan sosial untuk anak yatim, mampu menampung hampir 300 orang anak yatim dari berbagai penjuru negri. Mereka diberi fasilitas hidup setiap hari, disekolahkan dengan diantar bis asrama setiap hari, diberi bimbingan belajar dengan mendatangkan para guru ke asrama setiap hari termasuk mendatangkan para guru dari Indonesia, bahkan kalau libur datang, mereka diantar bis asrama pulang ke kampungnya masing-masing. Instansi-instansi pemerintah samapai Rajapun tidak malu mengadakan jamuan makan bersama dengan mereka-mereka di acara resmi.
Bagaimana di negara kita tercinta? Di kita malah beasiswapun masih dipotong pajak, padahal para pengusaha besar dan pejabat masih sempat membobol negara, apalagi bayar pajak?. Beasiswa Super Semar yang sangat berharga dan banyak jasanya dulu, malah dihilangkan entah kemana, akibat kekesalan kepada pencetusnya ( Almarhum Suharto ). Menurut penulis tidak semua peninggalan ORBA itu harus dibumihanguskan, kalau demi kebaikan anak negri dan bangsa bisa diteruskan seperti beasiswa Super Semar atau pembangunan mesjid Amal baktinya. Itu kan demi hukum? Ya memang hukum harus ditegakkan, tapi realitasnya sekarang siapa yang bisa menyelesaikan? Proses hukum tidak selesai, beasiswa dan pembangunan mesjid terhenti, kasihan umat mayoritas negri harus mencari sumbangan di jalan-jalan untuk sekedar membangun rumah ibadahnya ditambah semakin bertambahnya para pengamen di kota-kota besar dari kalangan anak-anak usia sekolah.
Pendidikan di Negri Jiran itu sudah tidak dipusingkan dengan komitmen prosentasi anggaran pendidikan, apalagi untuk pendidikan dasarnya. Pemerintah Jiran sudah berpikir sampai memperhatikan gizi anak- anak khususnya yang belajar di Sekolah Dasar, dengan diberi makanan tambahan setiap hari dan perhatian yang besar kepada para gurunya agar lebih meningkatkan dedikasi dan prestasinya.
Mengapa? Karena para pejabat dan politisinya yakin dan percaya serta mempunyai kewajiban bahwa mereka itu adalah anak bangsa sebagai generasi penerus yang pasti akan melanjutkan estafet bangsa di masa depan. Mereka adalah aset yang sangat berharga demi kejayaan negri di masa mendatang. Bagaimana Bangsa Indonesia di masa mendatang akan bisa dilihat potretnya dengan melihat kualitas mereka sekarang. Bukankah dalam Undang-undang Pendidikan No.20 Tahun 2003 pasal 3 disebutkan : ” Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung-jawab ”.
Apakah BOS-BOS rela kalau anak cucu kita bodoh dan kurang gizi di masa mendatang ?
Penulis pernah menjadi Guru Fardhu Aen di Trengganu Malaysia.
Comments
Post a Comment